PENDAHULUAN
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau
dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia
bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia
akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan
berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan
positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara
awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif
(elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai
kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui
elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas
isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi
pada musim hujan karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air
yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah
mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif,
maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.
Indonesia
terletak pada daerah tropik memiliki tingkat resiko kerusakan akibat
petir yang cukup tinggi dibandingkan daerah subtropik. Wilayah Indonesia
memiliki hari guruh atau IKL (Isocronic Level) antara 100-200 hari
pertahun sehingga termasuk wilayah dengan kategori kejadian petir yang
sangat tinggi. Bahkan daerah Cibinong sempat tercatat pada Guiness Book
of Record tahun 1988, karena mengalami 322 kejadian petir per tahun.
Kerapatan petir di Indonesia juga sangat besar yaitu 12/km2/tahun yang berarti setiap luas area 1 km2
berpotensi menerima sambaran petir sebanyak 12 kali setiap tahunnya.
Energi yang dihasilkan oleh satu sambaran petir mencapai 55 kilo watt
jam.
TUJUAN
Tujuan
utama dari sistem penangkal petir adalah memberikan perlindungan
terhadap manusia, asset dan peralatan terhadap kerusakan yang yang
disebabkan oleh petir baik sambaran petir langsung maupun tidak
langsung. Efek sambaran langsung dapat mengakibatkan terjadinya kematian
pada makhluk hidup, kebakaran dan ledakan bila menyambar struktur yang
tidak terlindungi. Sedangkan sambaran tidak langsung yang melalui
surge dan transient merupakan ancaman bagi sitem komputerisasi dan
komunikasi.
Sejak dulu, manusia telah berusaha mengembangkan metode untuk
menangkal bahaya sambaran petir salah satunya dengan teknologi
penangkal petir. Penangkal petir adalah rangkaian jalur yang
difungsikan sebagai jalan bagi petir menuju ke permukaan bumi, tanpa merusak benda-benda yang dilewatinya. Ada beberapa tipe pengangkal petir diantaranya:
A. Penangkal Petir Kovensional
Metode ini dikembangkan oleh Benjamin Franklin 150 tahun yang lalu
yakni dengan membuat sistem penyalur arus listrik yang menghubungkan
antara bagian atas bangunan dan tempat pembumian (grounding).
Dalam metode ini aspek yang harus diperhatikan adalah kabel grouding
yang turun, kabel penghantar, jumlah air terminal yang diperlukan. Hal
tersebut harus sesuai dengan standar Nasioal Indonesia(SNI-03-0714.1 -
2004) yang mengacu pada British standard dan dapat digambarkan sebagai
berikut :
v Untuk
bangunan sampai dengan 20 meter radius perlindungannya adalah 45
derajat. Atau bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka
radius = 1 meter. Dengan demikian diperlukan 1 buah rod tiap jarak 2
meter.
v Untuk
tinggi bangunan sampai dengan 30 meter radius perlindungan adalah 30
derajat. Atau bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka
radius = 0,75 meter.
B. Penangkal Petir RadioAktif
Sistem
ini cocok untuk bangunan tinggi. Satu bangunan cukup menggunakan
sebuah penangkal petir. Alatnya disebut Preventor, yang bekerja
berdasarkan reaksi netralisasi ion dengan menggunakan bahan radio aktif. Hasil
dari penelitian menjelaskan bahwa petir terjadi karena ada muatan
listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi. Maka usaha
menghambat proses ionisasi di lakukan dengan cara menggunakan zat
radioaktif seperti Radiun 226 dan Ameresium 241 yang mampu menghamburkan
ion radiasi yang bisa menetralkan muatan listrik awan. Akan tetapi
berdasarkan kesepakatan internasional keberadaan penangkal petir jenis
ini sudah dilarang pemakaiannya karena bahaya zat radiokatif terhadap
mahluk hidup.
C. Penangkal Petir Elektrostatik
Prinsip kerja penangkal petir Elektrostatik mengadopsi sebagian sistem
penangkal petir Radioaktif dengan menambah muatan pada ujung batang
penangkal petir agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar.
Perbedaan dari sistem Radioaktif dan Elektrostatik terdapat pada pilihan
energi yang dipakai. Untuk Penangkal Petir Radioaktif muatan listrik
dihasilkan dari proses hamburan zat radiokatif sedangkan pada penangkal
petir elektrostatik energi listrik dihasilkan dari Listrik Awan yang
menginduksi permukaan bumi.
Sistem
kerja dari penangkal petir (istilah depnaker = penyalur petir) adalah
berusaha untuk menarik lidah petir/luncuran dari awan; dimana penyalur
petir terpasang akan menciptakan kondisi yang lebih bermuatan listrik
daripada daeran sekitar ( bangunan, pohon, dll) sehingga luncuran dari
awan akan menuju penyalur petir tersebut bukan ke bangunan atau pohon di
sekitarnya (dalam radius 100 meter dari penyalur petir terpasang).
Sistem penangkal petir ini bekerja hanya pada saat terjadi luncuran
muatan dari awan. Pada saat luncuran dari awan; semua struktur, pohon
dan penyalur petir akan melepaskan muatan positif, namun di karenakan
kondisi yang di inginkan oleh lidah peitr tersebut tercipta di penyalur
petir yang terpasang. Bila lighting strike recorder (LSR) terpasang
akan dapat diketahui efektifitas penangkal petir terpasang.
Sistem penghantar turun
Sistem
ini berfungsi untuk menyalurkan arus petir ke tanah secara aman. Untuk
penghantar turun (downconductor) terdapat beberapa alternatif
pemilihan kabel. Berdasarkan PUIL 2000 sistem penghantar turun minimal
menggunakan kabel tembaga (BC minimal 50mm2
Petir memiliki potensi luar biasa sebagai sumber energi dimasa depan.
Walaupun hingga saat ini belum ketemu teknologi pemanfaatannya.
Bayangkan saja, energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih
besar daripada energi yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit
tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk dapat
mencapai 10.000 derajat Celcius. Padahal
suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi “hanya” antara 1.050 dan
1.100 derajat Celcius. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir
dapat dengan mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di
muka bumi. Fakta lain bahwa cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih
terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt.
PENUTUP
Pada dasarnya petir sangatlah berbahaya, tapi kita bisa mengurangi
tingkat bahaya dari petir itu sendiri dengan menggunakan penangkal
petir. Telah diketahui bahwa ada 3 sistem penangkal petir yaitu sistem
konvensional, sistem radioaktif, dan sistem elektroktrostatis. Tapi
hanya 2 yang digunakan pada penerapannya di karenakan efek kebocoran
radiasi dari sistem radioaktif. Petir juga mempunyai potensi luar biasa
sebagai energy dimasa depan, hanya saja hingga saat ini belum di
temukan tegnologi pemanfaatannya.
Posting Komentar